Kekasih, Kau nyala api, aku panasMu
kurayu Engkau setiap waktu
bilamana Engkau berkaca, aku yang terperangkap dalam cerminMu
Kekasih, Kau nyawa didada, aku lembagaMu
bilamana Engkau gelisah, aku pula yang luluh lantah menahan rasaMu
dua puluh burung dalam satu kandang menembus batas bumi langitMu
sekali terkepak sayapnya, tujuh puluh tiga golongan tertinggal di awang-awang
dua puluh burung dalam satu kandang menembus batas
menghiasi altas arsyMu
berkeliling tujuh belas kali
berhenti di lima waktu
membawa enam belas permata dari laut terdalam
Kekasih, demi waktu yang telah membuat biji melahikan akar,
akar melahirkan batang,
batang melahirkan ranting,
ranting melahirkan daun, buah, dan segala saripati yang ada
dalam dada yang rongsok ini
namaMu cukup merah
dan aku kehilangan diriku
kecuali saat aku melihatMu
kurayu Engkau setiap waktu
bilamana Engkau berkaca, aku yang terperangkap dalam cerminMu
Kekasih, Kau nyawa didada, aku lembagaMu
bilamana Engkau gelisah, aku pula yang luluh lantah menahan rasaMu
dua puluh burung dalam satu kandang menembus batas bumi langitMu
sekali terkepak sayapnya, tujuh puluh tiga golongan tertinggal di awang-awang
dua puluh burung dalam satu kandang menembus batas
menghiasi altas arsyMu
berkeliling tujuh belas kali
berhenti di lima waktu
membawa enam belas permata dari laut terdalam
Kekasih, demi waktu yang telah membuat biji melahikan akar,
akar melahirkan batang,
batang melahirkan ranting,
ranting melahirkan daun, buah, dan segala saripati yang ada
dalam dada yang rongsok ini
namaMu cukup merah
dan aku kehilangan diriku
kecuali saat aku melihatMu
Medan, 11 Oktober 2017
Nuriza Auliatami