Saturday 14 February 2015

Catatan Maya : Lembar ke tiga



sepertinya judi adalah sebuah nafas yang tak boleh berhenti, jika tidak, aku mati. akan tetapi tetap, hal ini hanya aku dan mitra judiku yang tau. aku benar-benar bisa merahasiakan hal gila ini dari keluargaku.
saat itu ada banyak cara yang menjadikan judi terlihat menarik. bahkan lebih menarik dari sekedar penambah berat kantong. ia terlihat lebih renyah daripada kacang goreng yang diberi bumbu rasa bawang putih. beberapa cara dari banyak cara itu seperti berjudi dengan mainan gambar anak, ludo, ular tangga, kuaci, bahkan kelereng pun menjadi media yang menyenangkan untuk melakukan itu. tubuh fisik ku dan teman di lingkunganku memang masih sangat polos dan lugu. akan tetapi, fikiran kami, ketika sadar angka, sudah membutakan kami bahwa kami hanya remaja yang masih berada dibawah ketiak mama. seolah kami lahir sebelum tubuh kami dilahirkan.
 tanpa basa basi, judi masuk ke kehidupanku, dan mendarah daging untuk beberapa saat. saat saat selanjutnya, aku tak lagi mengenal apa itu judi. Aku mulai menjalani hidupku yang mungkin bukan pertama begini, aku harus berpisah lagi dengan keluargaku.
Aku melanjutkan pendidikanku di kota Langsa, sebelah kota kelahiranku, menumpang di rumah adik mamaku yang biasa kami panggil Encu. Aku dididik keras ditempat ini soal agama. Encu adalah seorang sarjana Agama, juga seorang aktifis akut di Partai Keadilan Sejahtera. Segala sesuatu, apapun yang di ajarkannya kepadaku mungkin, hampir tidak pernah tidak dikaitkannya dengan partai itu. Bahkan aku sempat menjadi aktifis didalamnya.
Pada mulanya aku merasa sangat asing di tempat ini. Lokasinya sangat tidak strategis. Tidak bersahabat dengan karakterku. Aku mengalami kejenuhan yang sangat. Aku punya firasat yang menggebu-gebu untuk pulang ke rumah. Aku merasa lebih asing dibanding orang asing. saat itu, hanya dinding kamar yang tau siapa aku, dan kami saling mengenal.



To be Continue...

Catatan Maya : Lembar ke dua



saat itu aku benar-benar tak mengerti apa yang dilakukannya itu benar ataukah salah meninggalkan dua orang anak kecil yang masih rabun norma. tangisan adalah yang satu-satunya dapat mengungkapkan bagaimana suasana kepergiannya saat itu.
sejak saat itu aku seolah berdiri sendiri. aku belajar dari apa yang aku lihat, dan aku melakukan beberapa peniruan dalam gaya hidup seorang anak. mulai dari kehidupan temanku yang glamour, hingga kehidupan yang sebenarnya tak layak disebut sebagai hidup, untuk melengkapi beberapa kebutuhan itu, terkadang mencuri adalah pilihan yang terasa tak punya jalan keluar.
lingkungan dimana aku hidup sangat jagal. bukan tentang keluarga kami, tetapi tetangga di sudut lingkungan. judi, ganja, mencuri, mabuk-mabukan adalah hal yang sangat awam disana.
tidak semua! hanya beberapa hal seperti judi dan mencuri saja yang terlibat masuk kedalam kehidupanku saat aku mulai sadar angka. judi kulakukan untuk menambah uang jajan yang bisa dibilang tak ada, dan mencuri hanya pada uang adikku dan nenekku saja. aku tak mau membuat malu keluarga dengan mencuri. sedangkan judi, itu sudah awam di lingkunganku, jadi aku cukup merahasiakannya dari keluargaku.
perlahan, aku memasuki usia yang tak lagi muda. bisa dibilang remaja. satu persatu buah fikir tumbuh dari dalam kepalaku. kali itu mungkin bukan pertama kali kesadaranku tumbuh. kali itu aku ingin sekali melanjutkan sekolah menengah pertama di Pondok saja. tapi jauh benda dari jangkau, ibu yang sedang jauh tak mengizinkan. katanya, aku sering sakit-sakitan. katanya, ia takut aku sakit. ya, benar! aku sakit, dan yang membuat aku sakit mungkin akibat perbuatanku itu. waktu yang ada saat itu juga terbuang percuma. pada masa SMP ku, sama saja, judi tetap lestari. malah lebih aneh lagi, kami menebak angka akhir dari plat mobil yang akan lewat. setiap satu nomor keluar, maka bayaran yang diperoleh sebesar dua ribu rupiah.
sejak saat itu aku mulai terbiasa dengan dunia hitam itu. aku mencuri lebih sering daripada biasanya. berbohong lebih sering dari biasanya. aku tak benar-benar paham apa itu dosa. bagiku dosa hanyalah sekedar mitos yang membebani dan meracuni akal sehatku. aku benar-benar melakukan hal itu lebih sering daripada biasanya. seakan, kebenaran tentang aku yang suka berjudi tak terelakkan lagi.

To be Continue...